Senin, 19 Mei 2014

Produksi, Konsumsi, dan Distribusi Menurut Al-Qur'an dan Hadist

Produksi, distribusi dan konsumsi adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan di dalam kelangsungan hidup manusia sejak pertama kali lahir di bumi ini. Kegiatan produksi adalah mata rantai dari konsumsi dan distribusi yang sudah dilakukan sejak manusia lahir di bumi. 


Produksi
Didalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku konsumen dalam memaksimalkan keuntungan maupun mengoptimalkan efesiensi produknya. Dimana Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak. Salah satu ayat tentang produksi yaitu ayat yang berkaitan dengan faktor produksi tanah dalam surat As Sajdah ayat 27; 

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?” 

Ayat diatas menjelaskan tentang tanah yang  berfungsi sebagai penyerap air hujan dan akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis. Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak  yang pada akhirnya juga hewan ternak tersebut diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.
Siklus rantai makanan yang berkesinambungan yang dijelaskan dalam ayat tersebut tentu harus pula disertai dengan prinsip efesiensi dalam memanfaatkan seluruh batas prosuksinya. Jadi didalam sebuah produksi itu tidak boleh memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang tercela, melakukan kegiatan produksi yang mengarah pada kedzaliman, dan dilarang melakukan ikhtikar (penimbunan barang) karena itu semua bertentangan dengan syari’ah. Sedangkan dalam hadits salah satunya sebagai berikut: 

Seseorang yang mempunyai sebidang tanah harus menggarap tanahnya sendiri, dan jangan membiarkannya. Jika tidak digarap, dia harus memberikannya kepada orang lain untuk mengerjakannya. Tetapi bila kedua-duanya tidak dia lakukan – tidak digarap, tidak pula diberikan kepada orang lain untuk mengerjakannya – maka hendaknya dipelihara/dijaga sendiri. Namun kami tidak menyukai hal ini.” (H.R Bukhari)

Hadits tersebut memberikan penjelasn tentang pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam produksi . Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW karena tidak bermanfaat bagi sekelilingnya. Hendaklah tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa pangan, penggarapan bisa dilakukan oleh si empunya tanah atau diserahkan kepada orang lain.

Distribusi
Yang dimaksudkan dengan distribusi menurut Thahir abdul muksin sulaiman, ialah pembagian hasil penduduk kepada individu-individu,atau pembagian pemasukan penduduk untuk setiap orang dari faktor-faktor produksi. Mengenai distribusi, Islam kepenilikan umum dan kepemilikan khusus, dan meletakan masing-masingnya kaidah-kaidah untuk mendapatkan dan mempergunakannya.
Dapat kita lihat dalam Q.S Al Baqarah ayat 265; 

“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.” 

Yang artinya dapat dimaknakan bahwasanya orang-orang yang membelanjakan hartanya karena keridhoaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka kepada iman dan ibadah – ibadah yang lain, sebagai bentuk pelatihan kepadanya, sehingga setiap manusia terus tetap bertakwa kepada Allah SWT. Penggunaan terbaik terhadap sumber ekonomi. Misalnya ketika sebahagian harta orang yang kaya diberikan untuk kemashlahatan orang-orang miskin,maka kemanfaatan total bagi pemasukan umat menjadi bertambah.
Adapun hadist mengenai pendistribusian yaitu; 

عن عمرَ قال: سَمِعْتُ النَّبِيَّ يقُوْلُ: مَنْ اِحْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ طَعَامَهُمْ,ضَرَبَهُ اللُه بِالْجُذَامِ وَالإِ فْلاَ سِ.(رواهُ ابنُ مَاجَهٍ)

Dari Umar,ia berkata,’’aku mendengar Nabi SAW bersabda,barang siapa yang menahan makanan(keperluan) kaum muslimin,maka Allah akan menimpakan padanya kerugian dan kebangkrutan.’’(HR.Ibnu Majah)

Hadist diatas menjelaskan tentang bagaimana Allah sangat membenci orang yang menahan kaum muslimin yang menjadi haknya. Ini berarti dalam sebuah pendistribusian tidak boleh ada penimbunan apapun.

Konsumsi
Konsumsi sebenarnya tidak identik dengan makan dan minum dalam istilah teknik sehari-hari, akan tetapi juga meliputi pemanfaatan dan pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam Q.S Al Araf “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S Al-Araf; 31)

Ayat diatas menerangkan bahwa sesuatu yang kita konsumsi (dimanfaatkan) tidak boleh dengan berlebihan, karena sesungguhnya segala yang berlebihan itu tidak baik. Kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi dalam kerangka ekonomi Islam. Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang ditimbulkan oleh barang tersebut. Ajaran Al-qur’an menegaskan bahwa dalam berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.