Produksi, distribusi dan konsumsi adalah tiga hal yang tidak dapat dipisahkan di dalam kelangsungan hidup manusia sejak pertama kali lahir di bumi ini. Kegiatan produksi adalah mata rantai dari konsumsi dan distribusi yang sudah dilakukan sejak manusia lahir di bumi.
Produksi
Didalam teori produksi memberikan penjelasan
tentang perilaku konsumen dalam memaksimalkan keuntungan maupun mengoptimalkan
efesiensi produknya. Dimana Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas
tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak
mutlak. Salah satu ayat tentang produksi yaitu ayat yang berkaitan dengan
faktor produksi tanah dalam surat As Sajdah ayat 27;
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya kami
menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu kami tumbuhkan
dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan
mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”
Ayat diatas menjelaskan tentang tanah
yang berfungsi sebagai penyerap air
hujan dan akhirnya tumbuh tanaman-tanaman yang terdiri dari beragam jenis.
Tanaman itu dapat dimanfaatkan manusia sebagai faktor produksi alam, dari
tanaman tersebut juga dikonsumsi oleh hewan ternak yang pada akhirnya juga hewan ternak tersebut
diambil manfaatnya (diproduksi) dengan berbgai bentuk seperti diambil
dagingnya, susunya dan lain sebagaiya yang ada pada hewan ternak tersebut.
Siklus rantai makanan yang berkesinambungan
yang dijelaskan dalam ayat tersebut tentu harus pula disertai dengan prinsip
efesiensi dalam memanfaatkan seluruh batas prosuksinya. Jadi didalam sebuah
produksi itu tidak boleh memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang
tercela, melakukan kegiatan produksi yang mengarah pada kedzaliman, dan
dilarang melakukan ikhtikar (penimbunan barang) karena itu semua bertentangan
dengan syari’ah. Sedangkan dalam hadits salah satunya sebagai berikut:
“Seseorang yang
mempunyai sebidang tanah harus menggarap tanahnya sendiri, dan jangan
membiarkannya. Jika tidak digarap, dia harus memberikannya kepada orang lain untuk mengerjakannya. Tetapi bila
kedua-duanya tidak dia lakukan – tidak digarap, tidak pula diberikan kepada
orang lain untuk mengerjakannya – maka hendaknya dipelihara/dijaga sendiri. Namun kami tidak menyukai hal ini.” (H.R Bukhari)
Hadits tersebut memberikan penjelasn tentang
pemanfaatan faktor produksi berupa tanah yang merupakan faktor penting dalam
produksi . Tanah yang dibiarkan begitu saja tanpa diolah dan dimanfaatkan tidak
disukai oleh Nabi Muhammad SAW karena tidak bermanfaat bagi sekelilingnya.
Hendaklah tanah itu digarap untuk dapat ditanami tumbuhan dan tanaman
yang dapat dipetik hasilnya ketika panen dan untuk pemenuhan kebutuhan dasar
berupa pangan, penggarapan bisa dilakukan oleh si empunya tanah atau diserahkan
kepada orang lain.
Distribusi
Yang dimaksudkan dengan distribusi menurut
Thahir abdul muksin sulaiman, ialah pembagian hasil penduduk kepada
individu-individu,atau pembagian pemasukan penduduk untuk setiap orang dari
faktor-faktor produksi. Mengenai distribusi, Islam kepenilikan umum dan kepemilikan
khusus, dan meletakan masing-masingnya kaidah-kaidah untuk mendapatkan dan
mempergunakannya.
Dapat kita lihat dalam Q.S Al Baqarah ayat
265;
“Dan perumpamaan orang-orang yang
membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa
mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh
hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan
lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha
melihat apa yang kamu perbuat.”
Yang artinya dapat dimaknakan bahwasanya
orang-orang yang membelanjakan hartanya karena keridhoaan Allah dan untuk
keteguhan jiwa mereka kepada iman dan ibadah – ibadah yang lain, sebagai bentuk
pelatihan kepadanya, sehingga setiap manusia terus tetap bertakwa kepada Allah
SWT. Penggunaan terbaik terhadap sumber ekonomi. Misalnya ketika sebahagian
harta orang yang kaya diberikan untuk kemashlahatan orang-orang miskin,maka
kemanfaatan total bagi pemasukan umat menjadi bertambah.
Adapun hadist mengenai pendistribusian
yaitu;
عن عمرَ قال: سَمِعْتُ النَّبِيَّ
يقُوْلُ: مَنْ اِحْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ طَعَامَهُمْ,ضَرَبَهُ اللُه
بِالْجُذَامِ وَالإِ فْلاَ سِ.(رواهُ ابنُ مَاجَهٍ)
Dari Umar,ia berkata,’’aku mendengar Nabi SAW
bersabda,barang siapa yang menahan makanan(keperluan) kaum muslimin,maka Allah
akan menimpakan padanya kerugian dan kebangkrutan.’’(HR.Ibnu Majah)
Hadist diatas menjelaskan tentang bagaimana
Allah sangat membenci orang yang menahan kaum muslimin yang menjadi haknya. Ini
berarti dalam sebuah pendistribusian tidak boleh ada penimbunan apapun.
Konsumsi
Konsumsi sebenarnya tidak identik dengan
makan dan minum dalam istilah teknik sehari-hari, akan tetapi juga meliputi
pemanfaatan dan pendayagunaan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia.
Sebagaimana yang tertulis dalam Q.S Al Araf “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah disetiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (Q.S Al-Araf; 31)
Ayat diatas menerangkan bahwa sesuatu yang
kita konsumsi (dimanfaatkan) tidak boleh dengan berlebihan, karena sesungguhnya
segala yang berlebihan itu tidak baik. Kehalalan adalah salah satu kendala
untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi dalam kerangka ekonomi Islam.
Kehalalan suatu barang konsumsi merupakan antisipasi dari adanya keburukan yang
ditimbulkan oleh barang tersebut. Ajaran Al-qur’an menegaskan bahwa dalam
berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.